ظُهُوْرِ البِدْعِ فِى حَيَاةِ المُسْلِمِيْنَ وَالأَسْبَابُ التِى أَدَتْ إِلَيْهَا
Dalam kosa kata individu muslim, pendengaran kita tentu telah tidak
asing lagi dengan kata Bid’ah.
Bid’ah yang secara Terminologi didefinisikan:
مَا اَحْدَثَ فِى الدِيْنِ عَلَى
خِلَافِ مَا كَانَ عَلَيْهِ النَبِي وَأَصْحَابُهُ مِنْ عَقِبْدَةٍ وَعَمَلٍ
Artinya
“Hal-hal yang diada-adakan dalam masalah agama, yang menyelisihi
dengan apa yang diajarkan oleh nabi, sahabat, baik dalam masalah akidah dan
amal”.
Ketika mendengan
kata bid’ah tersebut, secara spontanitas pola pikir kita tertuju pada
serangkaian ritual-ritual yang tidak pernah dilakukan oleh Rosul baik yang
berskala besar ataupun hanya yang kecil.
Tapi seiring
denagn perjalanan waktu bid’ah yang tadinya tidak ada, terus mnerus mengalami
modifikasi-modifikasi yang beragam, ia telah bermetamorfosis dari bentuk ulat
menjadi kupu-kupu, yang tadinya kecil mengalami pertumbuhan menjadi besar,
bahkan mereka beranak-pinak sampai memenuhi setiap kepala umat islam dewasa
ini.
Kita tidak perlu
menyebutkan fenomena bid’ah di zaman kontemporer ini, karena bid’ah di zaman
sekarang telah sebanding jumlahnya dengan bintang yang ada di langit, rambut
yang ada di kepala, dan dedaunan yang ada di hutan.
Yang perlu kita
deteksi pada kesempatan ini adalah:
ظُهُوْرِ البِدْعِ فِى حَيَاةِ المُسْلِمِيْنَ
وَالأَسْبَابُ التِى أَدَتْ إِلَيْهَا
“Munculnya bid’ah
dikehidupan muslim dan sebab-sebab yang menimbulkan bid’ah”
Telah kita
singgung diawal bahwa bid’ah pada zaman moderen ini telah mengalami serangkaian
perubahan dan penyebaran, yang menjadi pertanyaanya adalah kapan bid’ah itu
muncul? Karena pada awalnya bid’ah itu tidak ada.
Seorang ulama
terkemuka شيخ الإسلام ابن تيمية menjawab “bid’ah
itu muncul di dalam umat islam adalah pada masa akhir pemerintahan
khulafaurrasyidin”.
Ia sendiri bersandar kepada hadits nabi
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى إِخْتِلَافً
كَثِرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَتِي وَسُنَةِ الخُلَفَاءُ الرَاشِدِيْنَ المَهْدِيِينْ
Dikala kondisi
pemerintahan terganggu, keadaan umat yang tidak seimbang, kestabilan masyarakat
yang terancam oleh beragam konflik yang menyelimuti tubuh dan menutupi mata
umat, bid’ah itu dilahirkan. Dan menyebar serta mengkontaminasi daerah-daerah
seperti: mekah, madinah, kufah, basroh, dan syam.
Kenapa bid’ah itu bisa muncul?
Dapat kita ringkas bahwa indikator-indikator munculnya bid’ah ada
empat faktor, yaitu:
1.
الجَهْلُ بِأَحْكَامِ الدِيْنِ (bodoh
tentang hukum agama)
2.
اِتْبَاعُ االهَوَى (mengikuti hawa nafsu)
3.
التَعَصُبُ لِلارَاءِ وَالرِجَالْ (fanatisme
kepada pendapat atau tokoh)
4.
التَسَبُهْ بِالْكُفَارْ (meniru-niru orang kafir)
Faktor pertama, pemicu lahirnya bid’ah adalah الجَهْلُ بِأَحْكَامِ الدِيْنِ setelah kita
ketahui bersama bahwa ilmu adalah hal yang paling urgen dalam setiap aspek
kehidupan, oleh sebab itu apabila ilmu kita kurang maka akan terjadi masalah
fatal, akan terjadi problematika yang rumit, dalam masalah apapun.
Apalagi dengan
semakin menjauhnya umat manusia dari jejak risalah, pasti akan menimbulkan
beragam penyakit salah satunya adalah bid’ah, perlu sekiranya untuk menyimak
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh bukhori & muslim, bahwa:
إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ اِنْتِزَاعًا
يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ,
حتّى إذالم يبق عالما إتّخذ النّاس رؤوسا جهّالًا, فسئلوا فأفتوا بغير علم, فضلّوا
وأضلّوا.
“Sesungguhnya Allah tidak
mencabut ilmu itu dengan langsung mencabutnya dari hamba-hambanya, akan tetapi
dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga tidak menyisakan
seorang alim pun, maka manusai akan mengangkat pemimpin yang bodoh, lalu mereka
(para pemimpin) ditanya, kemudian mereka menjawab tanpa didasari ilmu
pengetahuan, akhirnya mereka sesat dan menyesatkan”.
Bisa kita
bayangkan apabila ulaa telah diwaafatkan dan ilmu telah dicabut, maka kehidupan
manusai akan tidak bercermin kepada sunah, dan para pendakwah kesesatan leluasa
untuk menyebarkan bid’ahnya ke berbagai pelosok daerah.
Faktor yang kedua adalah اِتْبَاعُ االهَوَى (mengikuti hawa nafsu) hawa nafsu adalah fitroh yang dimiliki
setiap insan di belahan dunia manapun. Kita tidak bisa melenyapkan hawa nafsu,
kerena itu telah menjadi ketetapan ilahi, tapikita dituntut untuk
mampumenempakan hawa nafsu pada tempatnya dan menjauhi penggunaan hawa nafsu
yang tidak benar.
Cara mengatur hawa nafsu ialah dengan cara mengikuti al-quran dan
sunnah, karena syekh sholeh bin fauzan bin abudlah al-fauzan mengatakan:
مَنْ
اَعْرَضَ عَنِ الكِتَبِ وَالسُنَةِ اِتْبَعُ هَوَاهُ
“Barangsiapa yang berpaling dari al-quran
dan sunnah maka pasti ia mengikuti hawa nafsu”
Dan bid’ah itu muncul tidak lain hanyalah akibat buruk dari
keinginan hawa nafsu yang diikuti.
Faktor yang ketiga yaitu التَعَصُبُ لِلارَاءِ وَالرِجَالْ (fanatisme
kepada pendapat atau tokoh) hal ini bisa menghalangi seseorang dari mengikuti
Al-quran dan sunah, karena mereka berpola pikir bahwa pendapat tokohnya dan
golonganya yang paling baik, dan mereka memandang sebelah mata
pemahaman-pemahaman lain yang tidak seirama dengan golonganya.
Allah SWT berfirman:
وَإِذَاقِيْلَ
لَهُمْ اتَّبِعُوْا مَا أَنْزَلَ اللهُ قَالُوْا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ
ءَابَاءَنَا
“Dan apabila dikatakan pada mereka ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah, mereka menjawab (tidak) tapi kamihanya mengikuti apa yang
telah kami dapati dari neek moyang kami” (Al-Baqarah : 170)
Mereka mengesampingkan Al-quran dan sunah, dan mendewakan para
tokoh pembesar mereka, meskipun nyatanya mereka itu menyimpang dari jalan yang
benar, dari sini lah bibit-bibit bid’ah muncul.
Faktor yang terakhir penyebab munculnya bidah adalah التَسَبُهْ بِالْكُفَارْ (meniru-niru orang kafir), ini adalah faktor yang paling mendorong
terjadinya bid’ah, bahkan para sahabat pun hampir-hampir terjerumus kepada bidah
karena faktor exsternal ini.(tempat menggantungkan)
Diceritakan bahwa Abu waqid al-latsi berkata:
“kami pernah keluar bersama rosul ke perang huain, (saat itu) kami
baru saja lepas dari kekafiran (baru masuk islam), orang-orang musyrik
(pada waktu itu) mempunyai sebuah pohon
yang mereka sering menetap lama di sisi pohon tersebut dan menggantungkan senjata-senjata
mereka dipohon itu, pohon tersebut bernama ذَاتُ اَنْوَاط(tempat menggantungkan),
tatkala rombongan kami melewati sebuah pohon lain yang serupa dengan pohon itu,
lalu kami berkata:
يَا رَسُوُلُ الله, اِجْعَلْ لَنَا ذَاتُ اَنْوَاطْ كَمَا لَهُمْ
ذَاتُ اَنْوَاطْ
“Ya Rosul, jadikanlah untuk kami pohon itu ذَاتُ اَنْوَاطْ sebagaimana mereka (orang kafir) punya ذَاتُ اَنْوَاطْ.
lalu Rosul pun menaikan nada bicaranya الله
اكبر sungguh kalian telah mengatakan seperti apa yang telah
dikatakan oleh bani israil kepada musa,
اجعل لّنا إلها كما لهم ءالهة قال إنّكم قوم تجهلون
Yang artinya:
“Buatkanlah kamiseembahan sebagaimana mereka mempunyai sesembahan
lain, sungguh mereka itu terasuk kaum yang bodoh”. (Al-Araf : 138)
Telah kita simak bersama bahwa apa yang dikatakan sahabat itu
senada dengan apa yang diucapkan bani israil ketika itu, mereka meminta hal-hal
yang telah orang kafir miliki, atau dalam kata lain meniru-niru orang kafir dalam
ibadah, gaya hidup, budaya, sarta kebiasaan.
Dari sinilah bid’ah muncul dengan cepat karena hal-hal yang baru
itu dimasukan secara leluasa ke dalam islam yang suci ini, semakin kita tau
peyebab muculnya bid’ah maka tugas kita adalah melakukan tindakan prefentif
atau pencegahan, kita sirami pemahaman gersang umat muslim ini dengan ilmu
pengetahuan.
Komentar
Posting Komentar